Selasa, 06 Oktober 2009

MENGENAL CINTA



Pembahasan dalam masalah ini harus dibedakan antara cinta dalam alam kenyataan (realitas), cinta yang dibolehkan, cinta yang bermanfaat, dan cinta yang berbahaya.
Jangan terburu-buru mencela, memuji, menerima, atau menolak secara umum sebelum menjelaskan hukumnya dan menjelaskan hal-hal yang terkait. Karena cinta atau isyq itu sendiri tidak terpuji dan tidak tercela, artinya ia boleh-boleh saja dan hukum boleh atau tidak boleh tergantung pada faktor lainnya. Dan , kami sudah menjelaskan cinta yang bermanfaat, yang mengandung madharat, cinta yang dibolehkan, dan cinta yang haram.
Pembahasan dalam masalah ini harus dibedakan antara cinta dalam alam kenyataan (realitas), cinta yang dibolehkan, cinta yang bermanfaat, dan cinta yang berbahaya.
Jangan terburu-buru mencela, memuji, menerima, atau menolak secara umum sebelum menjelaskan hukumnya dan menjelaskan hal-hal yang terkait. Karena cinta atau isyq itu sendiri tidak terpuji dan tidak tercela, artinya ia boleh-boleh saja dan hukum boleh atau tidak boleh tergantung pada faktor lainnya. Dan , kami sudah menjelaskan cinta yang bermanfaat, yang mengandung madharat, cinta yang dibolehkan, dan cinta yang haram
. Ketahuilah bahwa cinta yang paling bermanfaat, paling agung, paling diutamakan, paling tinggi secara mutlak adalah mencintai Allah. Karena cinta inilah langit dan bumi tegak dan disini pulalah rahasia syahadat laa ilaha illahllah, karena Tuhan adalah sesuatu yang dituju oleh hati dengan cinta, pengagungan, pengkultusan, dan kerendahan. Secara fitrah hati juga cenderung menghamba atau membutuhkan Tuhan yang diibadahinya. Ibadah adalah puncak kecintaan serta puncak ketundukan.
Dalam cinta ini, seseorang tidak boleh mendua atau menyekutukan Allah dengan sesuatu. Ini adalah jenis kezaliman yang paling besar yang tidak akan diampuni Allah. Allah dicintai karena zat-Nya sendiri dan bukan karena yang lain, berbeda dengan sesuatu yang dicintai selain Allah.
Manusia wajib mendahulukan cinta kepada Allah dengan dalil semua kitab-kitab suci, ajakan para Rasul, dan juga fitrah. Hati cenderung mencintai zat yang memberi nikmat dan mencintai zat yang berjasa kepadanya. Apalagi semua kebaikan dan kenikmatan yang dirasakan hanya dari Allah, tiada sekutu baginya. Allah berfirman,
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya)…” (An-Nahl: 53)

0 komentar:

Posting Komentar