Selasa, 08 September 2009

Asal Usul Teater Tradisional Dulmuluk

Teater ini bermula dari syair Raja Ali Haji, sastrawan yang pernah bermukim di Riau,yang berkembang di Sumatera Selatan.Adapun anggota penyair Tradisi Lisan Sumatera Selatan tersebut adalah Anwar Putra Bayu, di Palembang.Ia mengungkapkan bahwa salah satu syair Raja Ali Haji yang diterbitkan dalam buku Kejayaan Kerajaan Melayu.dimana Karya ini mengisahkan tentang Raja Abdul Muluk yang terkenal dan menyebar di berbagai daerah Melayu, termasuk Palembang.
Salah seorang pedagang keturunan Arab, Wan Bakar, membacakan syair tentang Abdul Muluk di sekitar rumahnya di Tangga Takat, 16 Ulu. Ternyata acara tersebut menarik minat masyarakat setempat sehingga banyak yang datang bergerumunan. Walaupun demikian,tapi ternyata agar lebih menarik lagi, pembacaan syair kemudian disertai dengan peragaan oleh beberapa orang, ditambah iringan musik.
Namun pertunjukan ini mulai dikenal sebagai dulmuluk pada awal abad ke-20. Pada masa penjajahan Jepang sejak tahun 1942, Namun akhirnya seni rakyat ini berkembang menjadi teater tradisi yang dipentaskan di panggung.
Grup teater kemudian bermunculan dan dulmuluk tumbuh dan digemari masyarakat. ”Dulmuluk menarik karena menampilkan teater yang lengkap. Ada lakon, syair, lagu-lagu Melayu, dan lawakan. Lawakan, yang biasa disebut khadam, sering mengangkat dan menertawakan ironi kehidupan sehari- hari masyarakat saat itu,” kata Anwar Putra Bayu.
Ketua Umum Himpunan Teater Tradisional Sumsel Muhsin Fajri menilai bahwa pementasan dulmuluk selalu ditunggu masyarakat karena akting di panggung dibawakan secara spontan dan menghibur, bahkan penonton juga bisa merespons percakapan di atas panggung. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dan bahasa Palembang.
Namun sayang perjalanan dulmuluk mulai surut sejak tahun 1990-an, ketika alternatif hiburan semakin banyak, terutama melalui televisi dan film layar lebar. Teater tradisi itu semakin merosot setelah orang yang menggelar hajatan lebih memilih pertunjukan organ tunggal. Akhirnya, dulmuluk seperti kehabisan energi, kehilangan pamor, dan tidak mampu bangkit lagi.
Akhirnya pada masa akhir pemerintahan orde baru di desa baturaja Kecamatan Rambang angku pertunjukan dulmuluk sempat dihidupkan lagi.Dimana semua perlengkapan disediakan golkar sebagai sponsor tunggal, tentu saja pakaiannya ditambah gambar pohon beringin.
Walaupun rata-rata pemainnya adalah orang tua,namun hampir setiap malam ada latihan dulmuluk yang memang sudah jarang mereka mainkan. Ketika dulmuluk masih berjaya hampir setiap ada pesta pernikahan di sekitar Kecamatan Rambang Dangku kelompok dulmuluk Desa Baturaja selalu di tanggap semalam suntuk, namun sekarang belum ada yang berusaha menghidupkan kembali seni teater tradisional tersebut sejak tumbangnya pemerintahan orde baru tersebut.

1 komentar:

shella mengatakan...

thx bantuannya , soalnya aku ada tugas nyari artikel tentang teather

Posting Komentar